Thursday, November 13, 2014

Pulau Merah

Pada jejak-jejak yang jatuh dari langkahmu
angin menghempaskan pahatan-pahatan kecil di jalan kepergian itu.
membangun peradaban pengubur lupaku dalam istana pasir.
di pantai pulau merah.

Perubahan musim tak merubuhkan kau secuil pun dari kepalaku
sebab kau telah menjadi lukisan yang terpaku di dinding dada
paku yang menyukai setiap pukulan palu yang kaubuat dari pelukanmu.
begitu menancap kuat di ingatan.

Jika pantai ini kau dedah, kau hanya akan menemukan kepalaku
tapi akankah kutemukan aku jika kepalamu kubedah dengan pantai ini?
"bisa iya, mungkin tidak," sahut detik arlojimu.
kepalaku pun terangguk mahfum.

(by: @kopigenic)

Wednesday, November 12, 2014

Waktu Telah Tiba Untuk Wanitamu

Terkadang, masing-masing dari kita ada masanya jatuh hati hingga patah hati. Keduanya menimbulkan rasa yang sangat menjengkelkan, dari debar-debar yang lucu hingga perih yang disebabkam oleh satu orang, yaitu dia yang katanya mencintaimu.

Seperti pagi yang sudah lumayan terik kali ini, dalam keadaan yang separuh telanjang jauh dari kata indah di kasur, dan barang-barang berhamburan tidak pada tempatnya, keadaanku tak pernah sekacau ini sebelumnya. Yah, hatiku patah.. begitu parah.

Harusnya semalam otak kamu pasang dengan baik, sebelum kau lontarkan kata-kata yang mematikan rasa hingga membuat akalmu entah hilang ditelan siapa. Hampir seribu lima ratus hari lamanya kita bersama, dan kau memutuskanku begitu saja?

KAMPRET!!!

Dan ku ketahui akhirnya, karena seorang wanita. Jadi, kamu meninggalkanku karena ada wanita lain yang kau cinta? Tak apa, bersenang-senanglah, dan tunggu saatnya aku bunuh wanitamu itu. Tak mau aku tahu, dia harus juga merasakan cinta yang bajingan ini.

Sebelum pembunuhan aku lakukan, baiknya kuburku aku gali terlebih dahulu.

Monday, November 10, 2014

Pada Sebuah Pagi

Pagi yang seperti biasanya, aku yang masih menyimpan rasa, sedang kau yang sudah tak lagi mencinta.

Mungkin sudah dari jaman firaun belum pakai sempak bahwa kadang kenyataan memang begitu bajingan pahitnya. 

Bagaimana mungkin kamu, yang dulu selalu mengagungkan aku sebagai ratu di hatimu, sekarang mencampakan dan tak mau kenal lagi siapa aku.

Dan keparatnya lagi, kau pergi menyisakan kenangan-kenangan yang tak mudah pergi selain dari abadi.Sebatu-batunya usahaku, kenangan itu malah menjelma semakin keras, dan buat rindu yang menyedihkan ini semakin kebas.

Begitu jahatnya kamu, dan bebalnya aku yang masih mencintaimu. Seperti halnya kopi yang sekarang ada di atas mejaku, kopi hitam tanpa gula, aku tahu bahwa kopi ini sangat pahit.. tapi, karena itulah... paling tidak ada yang menemaniku dalam hal-hal yang menyangkut tentang pahit.